DIKSI

1.     Pengertian dan Fungsi Diksi
Pada kesempatan kali ini kita akan mengenal lebih dalam mengenai sebuah diksi yang tentunya berada didalam lingkup Bahasa Indonesia. Tujuannya tidak lain adalah agar kita dapat menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut Ejaan Yang Disempurnakan. 
Sebelumnya, yang harus di perdalam terlebih dahulu adalah pengertian diksi. Berikut ini adalah penjelasannya .
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, diksi adalah pemilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaanya sehingga dapat memberikan kesan / makna / efek sesuai dengan harapan. Diksi juga merupakan ketepatan pilihan kata, dimana penggunaan ketepatan pilihan kata dipengaruhi oleh kemampuan pengguna bahasa yang terkait dengan kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosa kata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat sehingga mampumengomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya.
Diksi terdiri dari delapan elemen yang harus diperhatikan yaitu fonem, silabel, konjungsi, hubungan, kata benda, kata kerja, infleksi dan uterans.  Secara umum diksi berfungsi untuk :
·         Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.
·         Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat.
·         Menciptakan komunikasi yang baik dan benar.
·         Mencegah perbedaan penafsiran.
·         Mencagah salah pemahaman.
·         Mengefektifkan pencapaian target komunikasi.

Contoh dalam pemakaian diksi yang sesuai dengan fungsinya adalah seperti pada penulisan buku cerita yang memiliki tujuan anak-anak remaja sebagai sasaran pembaca, maka gunakanlah kata-kata sederhana yang mudah dipahami. Sehingga dengan demikian pesan moral yang ingin disampaikan akan sampai di hati pembaca. Begitupula misalnya saat rapat yang mana suasana adalah formal maka gunakan kata-kata yang baku, sesuai aturan EYD. Dengan demikian, hal-hal yang tidak diinginkan dapat dihilangkan.

Selain itu diksi juga memiliki fungsi yang dapat dimanfaatkan didalam penulisan karangan ilmiah. Diksi dipakai untuk menyatakan sebuah konsep, pembuktian, hasil pemikiran, atau solusi dari suatu masalah.

2.     KETEPATAN DIKSI
Agar dapat menghasilkan cerita yang menarik melalui pilihan kata maka diksi yang baik harus memenuhi syarat, seperti Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan suatu gagasan. Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap penulis atau pembicara harus berusaha secermat mungkin memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Ketepatan tidak akan menimbulkan salah paham.
Selain pilihan kata yang tepat, efektivitas komunikasi menuntut pesyaratan yang harus di penuhi oleh pengguna bahasa, yaitu kemampuan memilih kata yang sesuai dengan tuntutan komunikasi. Adapun syarat-syarat ketepatan pilihan kata adalah :
1.      Bedakan makna denotasi dan konotasi dengan cermat.
2.      Bedakan makna kata yang hamper bersinonim.
3.      Membedakan kata-kata yang mirip ejaannya.
4.      Tidak menafsirkan makna kata secara subjektif berdasarkan pendapat sendiri, jika pemahamannya belum dapat dipastikan. Pemakai kata harus menemukan makna yang tepat dalam kamus.
5.      Menggunakan imbuhan asing (jika diperlukan) harus memahami maknanya secara tepat.
6.      Menggunakan kata-kata idiomatic berdasarkan susunan (pasangan) yang benar.
7.      Menggunakan kata umum dan kata khusus secara cermat.
8.      Menggunakan kata yang berubah makna dengan cermat.
 9.Menggunakan dengan cermat kata yang bersinonim, berhomofon dan berhomografi.
10.  Menggunakan kata abstrak dan kata konkret secara hermat.

3.     MAKNA KATA

Makna sebuah kata / sebuah kalimat merupakan makna yang tidak selalu berdiri sendiri. Adapun makna menurut (Chaer, 1994: 60) terbagi atas beberapa kelompok yaitu :

·        Makna Leksikal :  makna yang sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera / makna yg sungguh-sungguh nyata dlm kehidupan kita. Contoh: Kata tikus, makna leksikalnya adalah binatang yang menyebabkan timbulnya penyakit (Tikus itu mati diterkam kucing).

·   Makna Gramatikal : untuk menyatakan makna-makna atau nuansa-nuansa makna gramatikal, untuk menyatakan makna jamak bahasa Indonesia, menggunakan proses reduplikasi seperti kata: buku yg bermakna “sebuah buku,” menjadi buku-buku yang bermakna “banyak buku”.

·  Makna Referensial dan Nonreferensial : Makna referensial & nonreferensial perbedaannya adalah berdasarkan ada tidaknya referen dari kata-kata itu. Maka kata-kata itu mempunyai referen, yaitu sesuatu di luar bahasa yang diacu oleh kata itu. Kata bermakna referensial, kalau mempunyai referen, sedangkan kata bermakna nonreferensial kalau tidak memiliki referen. Contoh: Kata meja dan kursi (bermakna referen). Kata karena dan tetapi (bermakna nonreferensial).

·        Makna Denotatif dan Konotatif :Makna denotatif adalah makna asli, makna asal atau makna sebenarnya yang dimiliki sebuah leksem. Contoh: Kata kurus, bermakna denotatif keadaan tubuhnya yang lebih kecil & ukuran badannya normal.  Makna konotatif adalah: makna lain yang ditambahkan pada makna denotatif tadi yang berhubungan dengan nilai rasa orang / kelompok orang yang menggunakan kata tersebut. Contoh: Kata kurus pada contoh di atas bermakna konotatif netral, artinya tidak memiliki nilai rasa yang mengenakkan, tetapi kata ramping bersinonim dengan kata kurus itu memiliki konotatif positif, nilai yang mengenakkan. Orang akan senang bila dikatakan ramping.

·   Makna Konseptual dan Makna Asosiatif : Makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apapun. Contoh: Kata kuda memiliki makna konseptual “sejenis binatang berkaki empat yg bisa dikendarai”. Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem / kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan suatu yang berada diluar bahasa . Contoh: Kata melati berasosiasi dg suatu yg suci / kesucian. Kata merah berasosiasi berani / paham komunis.

·      Makna Kata dan Makna Istilah : Makna kata, walaupun secara sinkronis tidak berubah, tetapi karena berbagai faktor dalam kehidupan dapat menjadi bersifat umum. Makna kata itu baru menjadi jelas kalau sudah digunakan dalam suatu kalimat. Contoh: Kata tahanan, bermakna orang yang ditahan,tapi bisa juga hasil perbuatan menahan. Kata air, bermakna air yang berada di sumur, di gelas, di bak mandi atau air hujan.  Makna istilah memiliki makna yang tetap dan pasti. Ketetapan dan kepastian makna istilah itu karena istilah itu hanya digunakan dalam bidang kegiatan atau keilmuan tertentu. Contoh: Kata tahanan di atas masih bersifat umum, istilah di bidang hukum, kata tahanan itu sudah pasti orang yang ditahan sehubungan suatu perkara.

·    Makna Idiomatikal dan Peribahasa : Yang dimaksud dengan idiom adalah satuan-satuan bahasa (ada berupa baik kata, frase, maupun kalimat) maknanya tidak dapat diramalkan dari makna leksikal, baik unsur-unsurnya maupun makna gramatikal satuan-satuan tersebut. Contoh: Kata ketakutan, kesedihan, keberanian, dan kebimbangan memiliki makna hal yg disebut makna dasar, Kata rumah kayu bermakna, rumah yang terbuat dari kayu.  Makna pribahasa bersifat memperbandingkan atau mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan nama perumpamaan. Contoh: Bagai, bak, laksana dan umpama lazim digunakan dalam peribahasa .

·       Makna Kias dan Lugas : Makna kias adalah kata, frase dan kalimat yang tidak merujuk pada arti sebenarnya. Contoh: Putri malam bermakna bulan , Raja siang bermakna matahari.

Seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa bagi pembacanya. Menguasai berbagai macam kosakata dan mampu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi sebuah kalimat yang jelas, efektif dan mudah dimengerti.

4.     REFERENSI
Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta : Gramedia. 2006.
http://kbbi.web.id/diksi















Komentar

Postingan populer dari blog ini

DAFTAR PUSTAKA

Cerita Rakyat Si Pitung Sebagai Sebuah Legenda Perseorangan

LAPORAN PENELITIAN