Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2016

Kata Serapan Arab dalam Bahasa Indonesia

Salah satu kendala utama dalam mempelajari kata serapan dari bahasa Arab dalam bahasa Indonesia, adalah kenyataan bahwa bentuk asli dari beberapa kata itu telah dihapus akibat proses pembaruan bahasa Indonesia, di mana sebagian kata telah melalui suatu proses buatan. Selama proses pembaruan atau standardisasi atau kodifikasi ini, komite bahasa dan lainnya memutuskan mana yang semestinya dianggap tepat dan mana yang tidak. Pesantren mungkin juga mempunyai peran penting, karena justru sekolah ini mengajarkan bahasa Arab kepada mereka yang menetap di Indonesia. Sebagai akibatnya, banyak kata mengalami perubahan dan sejumlah bentuk pun telah hilang. Unsur bahasa Arab kolokial (bahasa sehari-hari) dalam berbagai dialek Melayu, seperti bahasa Betawi atau lainnya, pada umumnya tidak dimasukkan ke dalam bahasa resmi Indonesia. Kata-kata bahasa Arab, yang diserap dalam bahasa Indonesia melalui berbagai bahasa daerah di kepulauan Indonesia, seperti bahasa Jawa atau Sunda, atau dialek Me

Lebaran: Bukan Lébaran atau Leburan

Sebentar lagi seluruh umat Islam di dunia akan merayakan hari raya Idul Fitri atau   Lebaran   sebagai hari raya kemenangan setelah berpuasa sebulan penuh. Sebagian besar penduduk Indonesia beragama Islam. Jadi, hari raya yang paling meriah adalah hari raya Idul Fitri atau   Lebaran . Idul Fitri berasal dari bahasa Arab, yaitu id al-fitr yang berarti “hari raya kecil”. Bagaimana dengan Lebaran ? Kata ini sudah lama digunakan sebagai sinonim Idul Fitri dan banyak orang Indonesia tidak memperhatikan dari mana asalnya. Ada orang yang menganggap   Lebaran   berasal dari kata   lebar   di dalam bahasa Indonesia. Maksudnya,   Lebaran   berarti saatnya melebarkan hati untuk saling memaafkan. Namun kalau benar demikian,   Lebaran   seharusnya dibaca Lébaran (é dilafalkan seperti pada kata bebek) . Ada juga yang beranggapan Lebaran   berasal dari kata   lebur   di dalam bahasa Indonesia yang berarti “luluh” atau “hancur”. Maksudnya, pada saat   Lebaran   dosa-dosa kita hancur setel

Kata, Frasa, Klausa dan Kalimat

Keempat istilah yang menjadi judul tulisan ini sering membingungkan orang yang belum sempat mempelajari linguistik: termasuk saya. Definisi yang diperoleh pada KBBI seperti yang tercantum di bawah ini pun tidak menolong menyembuhkan kebingungan tersebut. ·          Kata  adalah satuan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. ·          Frasa  adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif. ·          Klausa  adalah satuan gramatikal yang berupa kelompok kata, sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan berpotensi menjadi kalimat. ·          Kalimat  adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi final, dan secara aktual ataupun potensial terdiri atas klausa. Jadi apa bedanya? Dari definisi yang diberikan, terlihat bahwa urutan satuan tersebut, dari yang terkecil sampai yang terbesar, adalah (1) kata, (2) frasa, (3) klausa, dan (4) kalimat. Agar lebih jelas, ada baiknya kita bedah suatu contoh seperti di b

Membangun Bangsa Dengan Bahasa Indonesia

Istilah pembangunan bangsa tidak hanya berkaitan dengan pembangunan di bidang ekonomi, tapi juga di bidang politik, sosial dan budaya. Ada 3 hal yang harus diperhatikan. Hal pertama yang paling penting adalah kemampuan kita untuk berkomunikasi dengan satu sama lain. Semakin kita jauh dari proklamasi tahun 1945, mengharuskan kita untuk senantiasa memperkaya kosa kata bahasa indonesia karena permasalahan kita semakin banyak dan kompleks sifatnya. Yang juga penting adalah keterkaitan kita dengan daerah-daerah di seluruh Indonesia dimana tidak bisa keputusan keputusan itu dibuat sendiri oleh Jakarta tapi juga harus menyertakan keinginan dari berbagai pihak yang memiliki kepentingan dengan Indonesia. Dalam hal ini peran bahasa Indonesia sangat penting agar tidak timbul kesalahpahaman. Pada waktu ini memang terjadi rebutan dalam penggunaan bahasa dari berbagai pihak untuk memahami apa yang terjadi di dunia. Termasuk di ASEAN yaitu antara bahasa Indonesia dengan bahasa Inggris. Kesulit

Memaksimalkan Kaidah Bahasa

Pada zaman Orde Baru, kita sebagai pengguna bahasa Indonesia begitu patuh dengan prinsip ’gunakan Indonesia dengan baik dan benar’. Benar dan baik di sini didasarkan pada ukuran kebahasaan para penguasa pada waktu itu di mana mereka nyaris menjadi satu-satunya pihak yang menguasai ranah publik kebahasaan. Gaya bahasa penguasa pada waktu itu harus dipahami sebagai ukuran masyarakat umum untuk berbahasa sehingga orang yang berbeda, seperti almarhum Yus Badudu, pengajar bahasa Indonesia di TVRI, harus meninggalkan pekerjaannya karena dianggap tidak tahu bahasa Indonesia yang baik dan benar. Akibat penguasaan ini, kreativitas berbahasa masyarakat menjadi miskin, daya nalar dan imajinasi menjadi tumpul. Dalam kurun waktu tiga puluh lima tahun berkuasanya Orde Baru, masyarakat dicekoki kosa kata para pejabat yang bercerita tentang keberhasilan pembangunan yang serba verbalistik-formalistik. Beberapa tahun belakangan, sejalan dengan reformasi, bahasa sekarang betul-betul menjadi rana

Bahasa Indonesia Bisa Menjadi Bahasa Internasional

Bahasa Indonesia berakar dari bahasa Melayu yang mempunyai sejarah panjang sebagai lingua franca atau bahasa penghubung. Lingua franca digunakan ketika dua orang atau lebih yang berbahasa ibu berbeda berusaha berkomunikasi. Mereka menggunakan satu bahasa yang bagi mereka semua merupakan bahasa asing. Pada masa lalu, hal ini sering terjadi ketika manusia merantau ke negeri asing untuk berdagang, termasuk di perairan nusantara. Pada masa kini, bahasa Indonesia juga biasa menjadi lingua franca, misalnya ketika seseorang dari Sabang berkomunikasi dengan seseorang dari Merauke. Mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai jalan tengah. Bahasa Inggris telah diakui oleh dunia sebagai bahasa internasional. Siapa pun yang ingin hidup global harus menguasai bahasa Inggris. Selain bahasa Inggris, PBB memang mengakui beberapa bahasa lain sebagai bahasa pengantar, yaitu bahasa Prancis, Rusia, China (Mandarin). Mereka dipilih karena digunakan oleh banyak manusia dan negaranya duduk di dewan keam

Indonesia dan Malaysia Bersaudara di dalam Bahasa

Inilah salah satu hal yang kita “perebutkan” dengan negeri tetangga—bahasa. Sebagian orang yang awam terhadap ilmu bahasa (linguistik) mungkin bingung. Apakah bahasa Indonesia dan bahasa Malaysia memang sama? Kalau pengguna kedua bahasa ini bisa saling mengerti tanpa mengikuti kursus bahasa asing dulu, mengapa tidak memakai nama yang sama saja—bahasa Melayu misalnya? Hal pertama yang perlu dijelaskan adalah bahasa Indonesia merupakan bahasa nasional Republik Indonesia, sedangkan bahasa Malaysia merupakan bahasa nasional Malaysia. Umumnya, bahasa Indonesia digunakan di Indonesia, sedangkan bahasa Malaysia digunakan di Malaysia. Tapi mengapa ada universitas di Korea Selatan yang membuka jurusan bahasa Malaysia-Indonesia? Mengapa ada universitas di Amerika Serikat yang membuka jurusan bahasa Melayu, bukan bahasa Malaysia saja atau bahasa Indonesia saja? Sebagai langkah pertama untuk memahami fenomena ini, mari kita simak kata-kata Harimurti Kridalaksana berikut ini. “Dari sudut

KEKUATAN BAHASA

Selain efek keindahan, bahasa juga dapat memberi pengaruh kekuatan yang luar biasa dalam membangun semangat dan keinginan untuk bergerak Pada masa revolusi fisik tahun 1945. peranan bahasa memberikan peran yang luar biasa bagi para pejuang nasionalisme. Kemahiran para pemimpin mengungkapkan pikiran secara lisan pada diri para pejuang, menimbulkan dampak yang luar biasa kepada para rakyat, sehingga memungkinkan mereka untuk bersemangat mengikuti ajakan untuk mengangkat senjata dan melawan penjajahan. Sebuah bahasa yang digunakan dalam pidato dan orasi mampu membakar dada para pemuda untuk tidak takut mati. Kata dan kalimat yang dilontarkan oleh bung Tomo di surabaya tanggal 10 November 1945 memiliki energi yang luar biasa, seseorang yang mendengarnya akan “merinding” kemudian timbul jiwa patriotisme untuk melawan tentara pendudukan Inggris. Berikut ini kutipan dari pidato Bung Tomo 10 November 1945   versi ejaan lama   : Bismillahirrahmanirrahim… Merdeka!!! Saoedara-saoed

Posisi Bahasa Indonesia di Dunia

Sebagai bahasa persatuan bahasa Indonesia digunakan oleh lebih dari 240 juta orang penduduk Indonesia. (Data bulan Juli 2009:   CIA The World Fact Book ). Bahasa Indonesia juga dapat digunakan di negara-negara berbahasa Melayu seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Sejak bulan Maret 2009 situs informasi pendidikan luar negeri di Singapura secara lengkap bahkan ditampilkan dalam bahasa Indonesia. Situs ini dibuat untuk memudahkan siswa dan orang tua mendapatkan informasi lengkap dan cepat mengenai pendidikan di Singapura. Konon saat ini ada 45 negara yang ada mengajarkan bahasa Indonesia, seperti Australia, Amerika, Kanada, Vietnam, dan lain-lain. Bagaimana sebenarnya posisi bahasa Indonesia dibandingkan dengan bahasa lain? Dengan jumlah penutur lebih dari 240 juta seharusnya bahasa Indonesia mampu menjadi lingua franca di Asia atau sedikitnya Asia Timur dan menjadi bahasa pilihan warga asing di dunia sebagai bahasa asing kedua atau ketiga. Pada kenyataannya bah

Bahasa Gaul dan Solidaritas Kaum Muda

Akhir-akhir ini, Bahasa Indonesia banyak mengalami penambahan begitu banyak kosakata. Apakah datang dari bahasa daerah, dari bahasa gaul anak baru gede (ABG), atau bahkan yang datang dari luar Indonesia, dari negeri China misalnya.  Banyak yang merasa prihatin dan menganggap kosakata baru tesebut merusak bahasa bakunya. Hal tersebut tentu saja sulit dielakkan mengingat teknologi informasi yang sudah sangat terbuka sekarang ini dan tentu saja aliran informasi yang “bersliweran” tersebut akan saling mempengaruhi. Terlepas merusak bahasa baku atau tidak, istilah dan kosakata baru (gaul) semakin memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Para pengguna Bahasa Indonesia harus mampu membedakan antara yang baku dan yang berkembang. Kita semua tahu bahwa bahasa Indonesia telah memiliki format yang baik dan benar. Namun tak bisa “dipungkiri”, akibat perubahan jaman yang begitu cepat melesat, munculah istilah-istilah baru. Entah siapa yang menciptakan dan mempopulerkan, tiba-tiba saja kita sering

PENTINGKAH BAHASA INDONESIA ?

Saat ini, kalau kita perhatikan pemimpin-pemimpin di Malaysia berpidato, sebagian besar gaya bahasa mereka sudah hampir serupa dengan gaya bicara pemimpin-pemimpin di Indonesia. Apalagi kalau kita ambil contoh tokoh Anwar Ibrahim. Gaya pidatonya sudah hampir tidak dapat dibedakan dengan gaya orang Indonesia. Malah kalau saya perhatikan gaya pidato orang Indonesia justru semakin buruk. Dalam pidato resmi banyak sekali diselipkan kosakata bahasa Inggris atau istilah yang keinggris-inggrisan. Fenomena lain yang juga menarik diamati adalah bahwa semakin ke timur maka bahasa Indonesia penduduk di wilayah Indonesia timur seperti Maluku, Papua justru lebih baik dibandingkan dengan penduduk Indonesia yang tinggal di wilayah barat. Bahasa Indonesia mereka secara murni diperoleh dari buku teks dan merupakan bahasa formal yang digunakan sehari hari. Rakyat kita di daerah umumnya tidak mengerti pidato-pidato yang disampaikan oleh orang-orang Jakarta. Misalnya saja untuk mengatakan bahwa arg