Bahasa Indonesia Bisa Menjadi Bahasa Internasional
Bahasa Indonesia berakar
dari bahasa Melayu yang mempunyai sejarah panjang sebagai lingua franca atau
bahasa penghubung. Lingua franca digunakan ketika dua orang atau lebih yang
berbahasa ibu berbeda berusaha berkomunikasi. Mereka menggunakan satu bahasa
yang bagi mereka semua merupakan bahasa asing. Pada masa lalu, hal ini sering
terjadi ketika manusia merantau ke negeri asing untuk berdagang, termasuk di
perairan nusantara. Pada masa kini, bahasa Indonesia juga biasa menjadi lingua
franca, misalnya ketika seseorang dari Sabang berkomunikasi dengan seseorang
dari Merauke. Mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai jalan tengah.
Bahasa Inggris telah diakui oleh dunia
sebagai bahasa internasional. Siapa pun yang ingin hidup global harus menguasai
bahasa Inggris. Selain bahasa Inggris, PBB memang mengakui beberapa bahasa lain
sebagai bahasa pengantar, yaitu bahasa Prancis, Rusia, China (Mandarin). Mereka
dipilih karena digunakan oleh banyak manusia dan negaranya duduk di dewan
keamanan.
Dari segi jumlah penutur, bahasa
Indonesia juga unggul. Memang sulit untuk menandingi jumlah penutur bahasa
Mandarin, tapi jumlah penutur bahasa Indonesia tidak kalah dari Rusia dan
Prancis. Masalahnya, bahasa Rusia dan Prancis yang digunakan di negara lain
menggunakan dialek yang berbeda. Tidak jarang bahkan bahasa Prancis harus
bersandingan dengan bahasa lain sebagai bahasa nasional di negara tersebut,
misalnya Kanada (bahasa Inggris dan Prancis) dan Belgia (bahasa Jerman dan
Prancis).
Bahasa Indonesia menguasai dan
dikuasai oleh lebih dari 200 juta penutur yang dipayungi negara yang sama.
Televisi menggugah para penutur untuk menggunakan bahasa Indonesia dialek
Jakarta (bukan Betawi). Jadi, pengaruh bahasa daerah terhadap bahasa Indonesia
semakin kecil. Bahasa Indonesia juga dapat digunakan di negara-negara berbahasa
Melayu seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei Darussalam. Apabila seorang
turis sudah menguasai bahasa Indonesia, dia tidak perlu repot-repot belajar
bahasa Malaysia lagi.
Faktor lainnya adalah
tingkat kesulitan pemerolehan bahasa. Ketiga bahasa tersebut lebih sulit
dipelajari daripada bahasa Inggris. Bahasa Prancis dan Rusia tidak hanya
menggunakan kala (tenses) seperti bahasa Inggris, tetapi juga konjugasi
(perubahan kata kerja berdasarkan kala) dan membedakan jenis kelamin kata benda
(ini juga mempengaruhi kata sifat). Bahasa Mandarin bahkan mengenal lima nada
suara yang membedakan arti dan tidak menggunakan huruf Latin.
Di sisi lain, bahasa Indonesia sangat
mudah dikuasai, terutama tingkat dasar. Turis asing yang berwisata di Indonesia
dapat berkomunikasi dengan kalimat-kalimat sederhana seperti “Saya lapar” atau
“Di mana saya bisa beli ini?” dalam tiga hari. Kemampuan yang sama dalam bahasa
China butuh waktu satu bulan atau lebih.
Bahasa Indonesia tidak mengenal kala,
konjugasi, maupun jenis kelamin kata benda. Lafal bahasa Indonesia juga tidak
sulit karena lebih tipis atau ringan. Hanya ada sedikit bunyi yang sulit,
misalnya [ny] dan [ng]. Kalaupun orang asing bermasalah ketika mengucapkannya,
orang Indonesia masih memahami maksudnya.
Bagaimana dengan bahasa-bahasa
lainnya? Bahasa Korea dan Jepang mempunyai berbagai macam akhiran yang melekat
pada kata kerja, tergantung situasi percakapan dan lawan bicaranya. Bahasa Arab
mempunyai 10 tingkat intensitas kata kerja. Semua ini tidak ada di dalam bahasa
Indonesia.
Bahasa Indonesia tingkat
menengah dan lanjut memang lebih susah. Penggunaan imbuhan di dalam bahasa
Indonesia bukanlah sesuatu yang sederhana. Namun, kehadiran seorang guru yang
ahli dan sistematis dapat menanggulangi masalah ini. Kecenderungan bahasa
Indonesia menyerap kosakata bahasa Inggris juga memudahkan orang asing untuk
menambah kosakatanya. Kecenderungan seperti ini bukanlah sesuatu yang perlu
dianggap sebagai kelemahan bahasa Indonesia karena bahasa Inggris pun banyak
menyerap kosakata bahasa Latin dan Yunani.
Berdasarkan argumen-argumen di atas,
saya rasa bahasa Indonesia pantas menjadi bahasa internasional, terutama di
PBB. Tentu saja upaya yang harus dilakukan tidak hanya dari segi sosial dan
budaya, tetapi juga ekonomi dan politik. Apabila posisi Indonesia semakin kuat
di mata dunia, semakin banyak orang yang merasa perlu menguasai bahasa
Indonesia. Dengan demikian, terwujudnya bahasa Indonesia menjadi bahasa
internasional bukan mimpi belaka.
Komentar
Posting Komentar