Bahasa Daerah, Bahasa Indonesia, atau Bahasa Inggris ?
Ketika saya masih menjadi mahasiswa di University of California, Berkeley, di
Amerika Serikat, saya oleh seorang antropolog saya diminta untuk bercerita
tentang jenis permainan anak-anak di Banten, tempat kelahiran saya. Ketika saya
menyanyikan lagu daerah yang digunakan dalam permainan tersebut, ada bagian
yang kemudian mampu membuat kita trans atau kesurupan. Permainan tersebut
bercerita tentang kamanting, seekor lebah kecil yg berpura pura mengejar teman
teman lebah lainnya. Agar kita betul betul mampu berperan seperti lebah itu,
maka kita dibuat trans atau kesurupan. Ketika antropolog tersebut meminta saya
menterjemahkan arti lagu itu, saya sampaikan pada beliau bahwa jangankan ibu
saya, nenek saya pun belum tentu tahu, apalagi saya. Sampai sekarang lagu itu
masih ada, tapi tidak ada yang tahu apa artinya dan kenapa mampu menimbulkan
trans. Punahnya bahasa daerah Banten membawa serta kepunahan budaya yang khas
daerah tersebut.Demikian juga Ninik Towok di Jawa atau bahasa-bahasa daerah
lainnya yang dipakai untuk upacara adat, belum tentu generasi sekarang mengerti
maknanya.
Di Indonesia terdapat lebih dari 300
kelompok etnik atau suku bangsa dimana tiap kelompok etnik memiliki
beberapa bahasa daerah. Penempatan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara
dalam Undang-undang Dasar Negara Kesatuan RI 1945 telah menempatkan bahasa
Indonesia sebagai bahasa komunikasi antar suku, termasuk bahasa pengantar dalam
pelaksanaan pendidikan anak bangsa di sekolah-sekolah dan
universitas-universitas di seluruh Indonesia. Bahasa Indonesia juga bahasa yang
resmi digunakan oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia. Hasilnya, dari Sabang
sampai Merauke seluruh rakyat Indonesia bisa berbahasa Indonesia. Bahasa
Indonesialah yang mempersatukan Indonesia.
Namun tidak bisa dipungkiri bahwa
kehadiran bahasa Indonesia ikut mendesak punahnya bahasa daerah. Di Indonesia
ada 746 bahasa ibu, tapi dari tahun ke tahun jumlahnya berkurang. Di
Papua, dulu ada 273 bahasa daerah. Kini menjadi 271 bahasa. Di Sumatra, jumlah
bahasa daerah berkurang, dari 52 bahasa menjadi 49 bahasa. Sementara di
Sulawesi, bahasa daerah berkurang dari 116 bahasa menjadi 114 bahasa. Menurut
hasil penelitian UNESCO, ke punahan bahasa ibu terbanyak terjadi di Indonesia.
Punahnya bahasa ibu bisa menyebabkan punahnya budaya karena setiap bahasa
memiliki istilah yang erat dengan tradisi dan budaya lokal.
Banyak istilah daerah ini sangat unik yang belum tentu dapat
diterjemahkan begitu saja ke bahasa daerah lain atau ke bahasa Indonesia
apalagi ke bahasa Inggris. Pengetahuan lokal tentang flora, fauna, alam
sekitar, tradisi, seni dan budaya setempat banyak terekam dalam istilah atau
bahasa daerah. Jika bahasa daerah punah maka kita akan kehilangan local wisdom dan sumber informasi lokal yang sangat
penting.
Ketika saya mengamati peta mulai dari
Hawaii, New Zealand hingga Indonesia Timur, saya berpikir, sebetulnya apakah
yang menyatukan ras melayu polynesia di seluruh pacific. Ternyata kata ‘wa’. Di
wilayah pacific ini banyak sekali tempat yang memiliki nama dengan awalan wa.
Contohnya, Waingapu, Wakatobi, Wamena, Wanaka, Vanuatu, Wanganui, Waikiki,
Wainaku dan lain=lain. Kata ‘wa’ ini pasti ada artinya yang berkaitan dengan
wilayah polynesia.
Jadi keberadaan bahasa daerah
selayaknya disejajarkan kepentingannya dengan bahasa Indonesia. Artinya seorang
putera daerah Papua tidak hanya harus menguasai bahasa Indonesia sebagai alat
komunikasi dengan suku bangsa lain tapi juga bahasa daerahnya. Karena kelangsungan
bahasa daerah ada di tangan putera-putera daerah. Dan yang terakhir adalah juga
menguasai bahasa Inggris agar mampu melakukan diplomasi internasional.
Komentar
Posting Komentar