TENTANG ANAK GAUL
BAHASA ANAK GAUL
Perkembangan
teknologi dan budaya asing saat ini sangat berpengaruh dalam kehidupan kita
sehari-hari. Terutama dalam kehidupan serta pergaulan remaja. Dengan semakin
majunya teknologi dan ditambah dengan pengaruh budaya asing tersebut, maka akan
mengubah sikap, perilaku serta kebiasaan mereka. Hal tersebut tidak hanya
mengubah gaya hidup, seperti cara berpakaian, tetapi juga dapat mengubah cara
seseorang (remaja) dalam berinteraksi serta berkomunikasi dengan orang lain.
Hal ini berkaitan dengan penggunaan bahasa. Anak yang hidup dijaman yang
semakin modern cenderung lebih suka dan lebih sering untuk menggunakan bahasa
gaul karena ketakutan mendapat ejekan atau diskriminasi dari rekan atau
kalangannya karena dianggap tidak mengikut perkembangan zaman.
Menurut
Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1) bahwa bahasa sebagai alat komunikasi antara
anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Seiring dengan berkembangnya jaman, maka munculah modifikasi bahasa, atau
dikenal dengan bahasa gaul. Bahasa
gaul merupakan bahasa sandi yang hanya berlaku dalam komunitas anak gaul. Hal
ini sering ditemukan pada cara mereka berkomunikasi lewat sms, atau sekarang
juga melanda di penggunaan media sosial. Misalnya memberikan nama pada akun
facebook atau twitter dengan nama yang gaul dan justru terlihat ALAY yaitu ”egii
ci ciripa cayank m4m4 c3lalu c3l4m4x” mungkin maksud anak ini adalah “egi sayang
mama selamanya”, nama itu
yang pernah saya temukan di akun facebook saya. Hal yang sedikit mengganggu.
Lalu pertanyaannya adalah apakah penggunaan bahasa Alay mempunyai pengaruh
terhadap bahasa Indonesia? Dan bagaimana cara masyarakat menaggapi hal
tersebut?.
Menurut
Pangabean (2006:17) menyimpulkan bahwa “penggunaan bahasa sandi itu akan
menjadi masalah jika digunakan dalam komunikasi massa karena lambang-lambang
yang mereka pakai tidak dapat dipahami oleh segenap khalayak, media massa atau
dipakai dalam komunikasi formal secara tertulis”.
Pada
dasarnya ada dua hal utama yang menjadi perhatian remaja, yaitu identitas dan
pengakuan. Penulisan bahasa dengan ciri khasnya bisa jadi pembentukan kedua hal
di atas.
Keberadaan
bahasa alay dianggap kaum muda sebagai alat komunikasi dalam pergaulan
sehari-hari. Baik lisan maupun tulisan, bahasa ini dianggap sebagai media
berekspresi. Namun, tanpa disadari, lama kelamaan bahasa alay bisa mengancam
eksistensi Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan karena semakin jauh
berbeda dengan kaidah-kaidah bahasa yang baik dan benar. “Para pemuda seharusnya bisa menempatkan dirinya dan mengikuti
kaidah-kaidah Bahasa Indonesia. Karena bahasa itu kan menunjukkan diri
seseorang,” ujar Laksmi, dosen Bahasa Indonesia Institut Pertanian Bogor kepada
tim Liputan 6 SCTV, Sabtu (9/10). Munculnya bahasa Alay juga merupakan
sinyal ancaman yang sangat serius terhadap bahasa Indonesia dan pertanda
semakin buruknya kemampuan berbahasa generasi muda zaman sekarang. Dalam ilmu
linguistik memang dikenal adanya beragam-ragam bahasa baku dan tidak baku.
Kita
ketahui bahwa Bahasa Indonesia itu sudah mulai dipenuhi oleh bahasa asing yang
mungkin saja dapat merusak. Namun, kita juga harus terbuka dengan hal-hal yang
baru tapi tidak mengindahkan tatanan bahasa yang baik dan benar. Bagi mereka
yang menerima bahasa gaul/alay beralasan karena mereka menganggap itu merupakan
kreativitas. Jadi, biarkan saja kaum muda itu menggunakan bahasa sandi mereka
sendiri yang ditujukan kepada komunitas mereka sendiri saja.
Bagaimana
ciri-ciri bahasa yang dikategorikan dalam bahasa bentuk Alay? Apa dampak
positif (negatif) yang ditimbulkan dari penggunaan bahasa Alay tersebut?. Dari
data yang penulis dapat ciri-ciri bahasa Alay, antara lain:
1.
Menggunakan angka untuk menggantikan huruf. Contoh: “t3m4n, b350k k1t4 p3r91
yuuk”.
2.
Kapitalisasi yang sangat berantakkan. Contoh:”tEmAn, bEsOk kItA pErGi YuUuK”.
3.
Menambahkan “x” atau “z” pada akhiran kata atau mengganti beberapa huruf
seperti “s” dengan dua huruf tersebut dan menyelipkan huruf-huruf yang tidak
perlu serta merusak EYD atau setidaknya bahasa yang masih bisa dibaca.
Mengganti huruf “s” dengan “c” sehingga seperti balita berbicara. Contoh:
“nanti Aq xmx kamyu deeech”, “xory ya, becok aQ gx bica ikut”.
Seahrusnya
anak-anak yang sampai saat ini masih tertarik untuk menggunakan bahasa
gaul/alay harusnya menyadari bahwa itu akan menyulitkan dirinya sendiri. Bisa
dibuktikan dengan tingkat kelulusan SMA tahun ini. Banyak siswa-siswi SMA yang
tidak lulus. Bahkan ada beberapa sekolah yang siswanya tidak lulus semuanya.
Penyebab terjadinya di antaranya karena, keengganan mereka untuk membiasakan
diri menggunakan bahasa Indonesia. Mereka lebih senang menggunakan bahasa Alay,
karena lebih mudah dan merupakan bahasa yang lagi musim saat ini. Mereka gengsi
atau malu jika mereka tidak menggunakan bahasa tersebut. Alhasil pemahaman
mereka terhadap bahasa Indonesia jadi sedikit bahkan sangat kurang, sehingga
mereka tidak mampu dalam mengerjakan soal-soal ujian yang pastinya menggunakan
tataran bahasa Indonesia yang baik dan benar yang sangat berbeda jauh dengan
bahasa gaul yang mereka gunakan dan biasakan dalam kehidupan sehari-hari.
Melihat
kasus diatas, sepertinya bukan hanya merugikan diri anak sendiri tapi juga
merugikan orang tua karena sudah membayar mahal untuk anak mereka bersekolah,
akan tetapi hanya karena satu hal yang sebenarnya tergolong sepele menyebabkan
sang anak tidak lulus sekolah. Hal inilah yang seharusnya membuat orang tua
untuk berfokus dalam mendidik anak-anak mereka, salah satunya adalah dimulai
dengan hal yang terkecil, yaitu sering mengajak anak untuk berkomunikasi dengan
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Karena pada dasarnya pendidikan
yang paling berharga adalah dimulai dari dalam keluarga.
Komentar
Posting Komentar