Cara Berpikir Masyarakat Mempengaruhi Perluasan Kosakata Bahasa Indonesia
Dalam upaya memperluas kosakata bahasa Indonesia, kita juga harus
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk terus mengembangkan cara berpikir.
Karena setiap kali kita masuk ke dalam cara berpikir yang terlalu falsafah kita
mendapatkan kesulitan yang luar biasa dalam pengungkapan.
Saya merasakan kesulitan
tersebut di program S3. Bahasa Indonesia belum mampu menjabarkan soal-soal yang
sangat rumit pada tingkat calon doktor yang memerlukan pendekatan falsafah.
Faktor ini merupakan salah satu penyebab yang mengakibatkan resiko ketinggalan
dari segala perdebatan yang terjadi di dunia. Kita semua tahu bahwa di abad 21
ini yang paling banyak digunakan adalah bahasa Inggris. Ini sebetulnya
merupakan ‘battle
of ideas‘ karena yang diuji di dunia saat ini bukan hanya
pengetahuan tapi juga kreatifitas. Bukan hanya kompetensi tapi juga reputasi.
Kemiskinan kosakata ini juga cukup merepotkan ketika saya harus
membicarakan reformasi PBB. Untuk meliput masalah diplomasi internasional
banyak istilah atau ungkapan yang belum ada dalam bahasa Indonesia. Jadi tidak
bisa disalahkan juga kalau kita terpaksa menggunakan istilah bahasa Inggris.
Bahasa-bahasa diplomasi kita tidak cukup untuk menerangkan apa yang kita
maksud.
Jaman pak Harto pernah didirikan sebuah lembaga kerja sama untuk
menyamakan peristilahan di berbagai bidang ilmu, yang tujuannya untuk
memungkinkan pencetakan buku di kawasan negara berbahasa Melayu bisa dilakukan
dalam jumlah besar. Hal itu hanya mungkin jika peristilahan di negara-negara
berbahasa Melayu seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan Indonesia bisa
disamakan.
Contoh yang paling mudah
adalah istilah bisnis depreciation.
Di Indonesia istilah tersebut diterajang saja dengan istilah depresiasi. Teman
saya dari Malaysia tertawa ketika mengetahui bahwa depreciation juga
diterjemahkan sebagai penyusutan. Mereka bilang yang menyusut itu es. Kalau
mesin itu tidak menyusut, karena yang menyusut adalah nilainya. Jadi menurut
rekan saya itu terjemahan dari depreciation harusnya
susut nilai. Jadi kalauaccelerated
depreciation dengan
sendirinya berarti susut nilai dipercepat.
Contoh yang cukup sulit
adalah pemahaman marginal.
Di Malaysia diterjemahkan sut.
Argumen saya konsep marginal itu secara matematis merupakan sesuatu
yang sangat maju di luar ilmu berhitung biasa. Istilah itu saya ragukan, dan
karena saya tidak yakin makan dalam bahasa Indonesia saya menggunakan istilah marjinal bukan sut. Hal-hal
seperti inilah yang perlu kita benahi.
Ketidak sepahaman ini
tidak hanya terjadi antar negara bahkan di antara kita sendiri, antar suku.
Contohnya istilah saling
bantah. Dalam bahasa Bugis itu disebut baku bantah, dimana
penggunaan kata baku juga dipakai untuk baku hantam, baku pukul, baku bicara.
Sementara sebagian dari kita menggunakan istilah berbalas.
Selayaknya Dewan Bahasa tiap negara berbahasa melayu menciptakan
konsensus dalam hal penyamaan istilah di berbagai disiplin ilmu yang kemudian
diundangkan agar menjadi istilah resmi yang digunakan oleh negara-negara yang
berkepentingan.
Komentar
Posting Komentar