Cerita Rakyat Si Pitung Sebagai Sebuah Legenda Perseorangan
Legenda
Si Pitung memiliki beberapa versi, bukan berbeda dari tiap daerah melainkan
dari negara lain. Ada dari versi Belanda,
Cina dan juga Indonesia. Versi
Cina, menyebutkan bahwa si Pitung adalah keturunan Belanda. Sedangkan versi
Belanda menyebutkan bahwa si Pitung adalah penjahat yang suka merampok
rumah-rumah orang (van Till, 1996)
berbanding terbalik dengan versi Indonesianya yang menyebutkan bahwa si Pitung
adalah pahlawan rakyat kecil.
Berikut
adalah sinopsis kisah si Pitung, menurut buku “Hanya Sekali Kita Mati” karangan
Soekanto, S.A.
Si
Pitung adalah seorang anak yang dilahirkan dari pasangan Piun dan Pinah.
Seperti anak-anak Betawi pada umumnya, ia diajari tata krama, dan belajar
mengaji. Si Pitung juga belajar ilmu silat kepada H. Naipin, seorang ulama yang
juga mengajari si Pitung mengaji.
Saat
berusia remaja, si Pitung terlibat insiden perkelahian dengan preman-preman
pasar yang juga berprofesi sebagai perampok. Setelah kejadian itu, si Pitung
memutuskan untuk merampok rumah-rumah tuan tanah yang melakukan penindasan
terhadap rakyat kecil. Dia dibantu oleh Ji‟ih
dan juga Rais sebagai penghubung dia dengan kampungnya.
Sejak
saat itu, si Pitung dan Ji‟ih
melakukan aksi perampokan terhadap rumah orang-orang kaya dan hasilnya
dibagikan kepada orang-orang miskin dan lemah yang saat itu sedang ditindas
oleh pemerintahan Belanda. Si Pitung juga menjadi terkenal akan kehebatannya
dalam ilmu silat dan juga tubuhnya yang kebal akan peluru.
Para
tuan tanah dan orang-orang kaya yang memihak kepada Belanda pun menjadi tidak
tentram dan melaporkan hal ini kepada pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda
pun mengutus Schout Heyne untuk menangkap si Pitung. Berbagai cara dipakai oleh
Schout Heyne dan anak buahnya, namun gagal. Si Pitung dan kawan-kawannya selalu
berhasil meloloskan diri.
Schout
Heyne tidak kehilangan akal, dia mempunyai ide licik untuk menangkap si Pitung.
Dia menyandera guru mengaji sekaligus guru silatnya, yaitu H. Naipin. Heyne
menyandera dan menyiksa H.Naipin dengan kejam. Dia dipaksa oleh Heyne untuk
memberitahukan kelemahan si Pitung. Karena tidak tahan dengan siksaan yang
berat, dengan terpaksa H. Naipin memberitahukan kelemahan si Pitung kepada
Schout Heyne.
Setelah
itu, Schout Heyne dan pasukannya menyergap si Pitung yang saat itu sedang
bersembunyi di rumah kekasihnya, Aisah. Setelah itu, si Pitung dan
kawan-kawannya terlibat pertarungan yang tidak seimbang. Satu-persatu
kawan-kawan si Pitung mulai roboh, yang tersisa tinggal si Pitung seorang. Lalu
salah seorang dari pasukan Schout Heyne melemparkan telur busuk kepada si Pitung,
disertai dengan tembakan kearah si Pitung. Kali ini, tubuhnya tidak kebal
peluru lagi karena sudah dilempari telur busuk. Si Pitung pun tewas seketika.
Setelah
itu, mayat si Pitung pun dibawa oleh pasukan Schout Heyne tadi. Dan tidak ada
seorang pun yang diperbolehkan menyentuh mayat si Pitung, karena mereka takut,
warga akan menghidupkan kembali si Pitung dari kematiannya. Padahal niat warga
hanya ingin menguburkan jasadnya secara islami. Bahkan jasad si Pitung yang
sudah tidak bergerak, masih saja di tembaki oleh tentara Belanda. Mereka sangat
takut apabila si Pitung bangkit lagi dari kematiannya. Padahal hal itu tidak
akan terjadi.
Walaupun
pada dasarnya si Pitung itu adalah perampok, namun yang dia lakukan adalah demi
rakyat yang kesusahan karena penjajahan pemerintahan Belanda saat itu. Mereka
tidak akan melupakan jasa-jasa si Pitung yang rela menempuh bahaya, demi
membela mereka.
Komentar
Posting Komentar